Alexander Agung atau Iskandar Zulkarnaen adalah raja hebat yang dijuluki sebagai penakluk dunia. Hanya dalam waktu 13 tahun kekuasaannya, dia mengkonsolidasikan kekuatan di seluruh Yunani dan memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke India.
Melalui Iskandar Zulkarnaen pengaruh kebudayaan Yunani (helenisme) menyebar sampai ke timur. Penaklukan-penaklukan yang dilakukannya yang dibarengi dengan pembauran budaya menjadikan wilayah besar yang sebelumnya selalu penuh peperangan menjadi lebih damai. Meskipun hidupnya yang singkat (wafat dalam usia 33 tahun), riwayatnya tetap melegenda sampai sekarang, lebih dari 2300 tahun kemudian.
Apa yang menjadi faktor keberhasilan Iskandar?
Mari kita analisis dengan teori sukses = kemerdekaan
Iskandar memiliki kemerdekaan dalam melaksanakan penaklukan-penaklukan karena memang dia memiliki kecakapan untuk itu (freedom of ). Sejak kecil dia sudah disiapkan oleh ayahnya, Raja Philip XI, dengan berbagai pendidikan dan keterampilan. Sejak usia 13 tahun dia sudah berguru kepada Aristoteles, filsuf besar masa itu. Dia juga seringkali diminta ikut serta menemani tamu-tamu asing kerajaan untuk mendapatkan pengalaman diplomasi dan politik.
Kemampuan bertarung dan ilmu strategi perang Iskandar juga sudah diasah dari kecil melalui didikan guru-guru terbaik. Didukung oleh bakatnya yang luar biasa, jadilah Iskandar seorang panglima perang yang paripurna. Dia banyak menemukan strategi perang dan alat perang baru. Dia juga sangat tangguh dalam bertarung. Dalam setiap peperangan, dia selalu berada di barisan penyerang depan sebagai komando kavaleri. Keberaniannya luar biasa. Berkali-kali dia luka dalam pertempuran. Bahkan, dikisahkan bahwa dalam pertempuran di sungai Granicus, leher dan kepalanya luka parah.
Dari kecil, Iskandar sudah dibekali dengan sebuah visi besar dari ibunya, Ratu Olympia dan gurunya, Aristoteles. Hal ini membebaskannya dari belenggu kekerdilan pikiran (freedom from). Sejak kecil, Iskandar dicekoki dengan cerita mengenai kehebatan Achiles, pahlawan gagah berani dalam cerita Iliad karya Homerus. Aristoteles menghadiahi buku Iliad itu ke Iskandar, yang kemudian selalu dibawa-bawanya ke mana dia pergi. Aristoteles juga mendorong Iskandar untuk dapat mengungguli kegagahan Achiles.
Tapi kemampuan dan motivasi besar tidak cukup bila tidak ada kesempatan. Iskandar memperoleh kebebasan untuk melakukan apa yang menjadi impiannya karena dia diangkat sebagai pengganti Raja Philip XI di usia 20 tahun (freedom to). Dengan mewarisi kekuasaan Raja Philip XI, dia memiliki wewenang terhadap angkatan perang yang besar dan kekuasaan awal yang meliputi seluruh wilayah Yunani.
Dialah Raja Muslim yang sangat berkuasa namun saleh. Daerah taklukannya membentang dari bumi bagian barat sampai timur. Ia mendapat julukan Iskandar “Zulkarnain”. “Zul”, artinya “memiliki”, Qarnain, artinya “Dua Tanduk”. Maksudnya, Iskandar yang memiliki kekuasaan antara timur dan barat.
Dia juga telah membangun dinding besar berteknologi tinggi untuk ukuran saat itu, diantara dua Gunung. Para ahli sejarah meyakini, dinding tersebut terbuat dari besi yang dicampur dengan tembaga itu terletak tepat di pengunungan Kaukasus. Daerah itu kini disebut Georgia, negara pecahan Uni Soviet.
Secara topografis, deretan pegunungan Kaukasus itu memang terlihat memanjang dari laut Hitam sampai ke laut Kaspia sepanjang 1.200 kilometer tanpa celah. Kecuali pada bagian kecil sempit yang disebut celah Darial sepanjang 100 Meter kurang lebih. Pada bagian celah itulah Zulkarnain membangun tembok penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj.
Kisah ketokohan Iskandar Zulkarnain ini juga tertulis dalam catatan sejarah orang-orang barat. Dalam catatan tersebut diceritakan bagaimana ia berjaya meluaskan daerah taklukannya dalam masa yang sangat singkat. Oleh karena kejayaannya ini, ia diberi gelar “Alexander The Great”, Alexander Yang Agung”. Belakangan cerita ini diadaptasi ke film layar lebar oleh Sutradara Amerika Serikat, Oliver Stone, dengan judul Alexander The Great.
Namun cerita dari orang-orang barat tersebut sangat bertentangan dengan yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Para Mufasir menyatakan, “Alexander The Great” adalah orang yang berbeda dengan tokoh yang di tulis dalam Al-Qur’an, Yakni, Iskandar Zulkarnain. Alexander Thr Great itu dalam sejarahnya tidak diberitakan pernah membangun sebuah dinding besar berteknologi tinggi untuk ukuran saat itu, yang terbuat dari besi dicampur tembaga. Bahkan, ia adalah seorang musyrik. Sejarah tidak mencatatnya sebagai seorang Raja Muslim yang taat kepada agama Tauhid.
Sejarawan Muslim yang juga ahli tafsir, Ibnu Katsir, dalam kitabnya Al-Bidayah Wan Nihayah menjelaskan, meski punya nama yang sama dan plot cerita yang sama, yaitu kekuasaannya membentang dari Barat sampai ke Timur, keduanya adalah sosok yang berbeda. Antara mereka terbentang jarak dan waktu sampai 2000 tahun. “Hanya mereka yang tidak mengerti sejarah yang bisa terkecoh oleh identitas kedua orang itu,” katanya.
Ibnu Katsir lebih jauh menjelaskan, Zulkarnain adalah nama gelar atau julukan seorang penglima penakluk sekaligus Raja saleh. Karena kesalehannya ia selalu mengajak manusia untuk menyembah Allah. Namun mereka ingkar, malah memukul tanduknya – Qarnun, yaitu rambut kepala yang di ikat – sebelah kanan, hingga ia mati. Lalu Allah menghidupkannya kembali, dan ia pun kembali berdakwah. Tetapi sekali lagi tanduknya yang kiri dipukul, sehingga ia mati lagi. Allah SWT menghidupkannya kembali dan menjulukinya Zulkarnain, pemilik duaTanduk, serta memberinya kekuasaan.
Cerita yang sama juga di jumpai dalam kitab Jami Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, karangan Syekh Al-Aiji Asy-Syafi’i. Dalam kitab tersebut disebutkan, Zulkarnain adalah seorang hamba yang taat kepada Allah dan mengajak kaumnya menyembah Allah. Lalu mereka memukul tanduknya yang kanan hingga mati. Kemudian Allah menghidupkannya lagi, dan dia kembali mengajak kaumnya mengesakan Allah. Tetapi mereka malah memukul tanduknya yang kiri hingga mati lagi. Lalu Allah menghidupkannya lagi dan menganugrahinya kekuasaan yang tak tertandingi. Oleh karena itu ia dijuluki Zulkarnain.
Di samping kedua kitab tersebut, Mufassir Muslim Ibnu Jarir Ath-Thabari juga mengisahkannya dalam kitab tafsir Ath-Thabari. Dikatakan, Iskandar Zulkarnain adalah seorang laki-laki yang berasal dari Romawi, ia anak tunggal seorang yang paling miskin diantara penduduk kota. Namun dalam pergaulan sehari-hari, ia hidup dalam lingkungan kerajaan, bergaul dengan para perwira dan berkawan dengan wanita-wanita yang baik dan berbudi serta berakhlak mulia.
Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsir Al-Qur’annya yang populer, Tafsir Al-Qurtubi, menceritakan, sejak masih kecil dan masa pertumbuhannya Iskandar berakhlak mulia. Melakukan hal-hal yang baik sehingga terangkat nama baiknya. Ia juga menjadi mulia di kalangan kaumnya, sehingga Allah berkenan memberinya kewibawaan.
Setelah mencapai usia akil balig, Iskandar menjadi seorang hamba yang saleh, sehingga Allah Berfirman, “Wahai Zulkarnain, Sesungguhnya aku mengutusmu kepada umat-umat di bumi. Mereka adalah umat yang berbeda-beda bahasanya dan mereka adalah umat yang berada disegala penjuru bumi. Mereka terbagi dalam beberapa golongan.”
Mendapat amanat tersebut, Zulkarnain lalu berkata, “Wahai Tuhanku, Engkau telah menugasiku melakukan seuatu hal yang aku tidak kuasa melakukannya kecuali engkau sendiri, maka beritahukan kepadaku tentang umat-umat itu, dengan kekuatan apa aku bisa melawan mereka? Dengan kesabaran apa aku bisa menahan mereka? Dan dengan bahasa apa aku harus bicara dengan mereka? Bagaimana pula aku bisa memahami bahasa mereka sedangkan aku tidak mempunyai kemampuan.”
Kemudian Allah SWT berfirman”Aku membebanimu sesuatu yang kamu mampu melakukannya, aku akan melapangkan pendengaran dan dadamu hingga kamu bisa mendengar dan memperhatikan segala sesuatu. Memudahkan pemahamanmu sehingga kamu bisa memahami segala sesuatu, meudahkan lidahmu, hingga kamu bisa berbicara tentang sesuatu, membukakan penglihatanmu, sehingga kamu bisa melihat segala sesuatu, melipatgandakan kekuatanmu hingga tak terkalahkan oleh sesuatu apapun, menyingsingkan lenganmu, hingga tidak ada sesuatupun yang berani meyerangmu, menguatkan hatimu, hingga kamu tidak takut pada apapun, menguatkan kedua tanganmu hingga kamu bisa menguasai segala sesuatu, menguatkan pijakanmu hingga kamu bisa mengatasi segala sesuatu, memberimu kemuliaan hingga tidak ada apapun yang menakutimu, menundukkan untukmu cahaya dan kegelapan dan menjadikan salah satu tentaramu. Cahaya itu akan menjadi petunjuk di depanmu, dan kegelapan itu akan berkeliling di belakangmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar