Kamis, 14 Oktober 2010

PENGERTIAN DEKRIT PRESIDEN

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.

Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD

KONSTITUANTE
Konstituante adalah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam Pasal 134 UUDS 1950.

Kelahiran Dewan Konstituante dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tanggal 15 Agustus 1950 itu berpredikat sementara, hal ini tertera dalam konsiderans “Menimbang” dari Undang-Undang dimaksud. Oleh karena itu perlu adanya suatu Badan yang menggarap dan menyusun Undang-Undang Dasar yang tetap.

Konstituante beranggotakan 550 orang berdasarkan hasil Pemilu 1995.
Sampai tahun 1959, Konstituante belum berhasil membentuk UUD baru. Pada saat bersamaann, Presiden Soekarno menyampaikan konsepsinya tentang Demokrasi Terpimpin.
Sejak itu diadakanlah pemungutan suara untuk menentukan Indonesia kembali ke UUD 1945. Dari 3 pemungutan suara yang dilakukan, sebenarnya mayoritas anggota menginginkan kembali ke UUD 1945, namun terbentur dengan jumlah yang tidak mencapai 2/3 suara keseluruhan.

Setelah voting ketiga, serempak para fraksi memutuskan tidak akan lagi mengikuti sidang Konstituante setelah reses 3 Juli 1959. Keadaan gawat inilah yang menyebabkan Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang mengakhiri riwayat lembaga ini.

TUGAS KONSTITUANTE
Pasal 1

Membentuk suatu komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 2

Menugasi Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk merumuskan susunan, kedudukan, kewenangan, dan keanggotaan komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

Pasal 3

Hasil penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sudah harus dilaporkan paling lambat pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2003 untuk diputuskan.
134. Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini.

(1) Yang boleh menjadi Anggauta Konstituante ialah warga negara yang telah berusia 25 tahun dan bukan orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih ataupun orang yang haknya untuk dipilih telah dicabut.
136l. Konstituante selekas mungkin menetapkan peraturan ketertibannya.
137. (1) Konstituante tidak dapat bermufakat atau mengambil keputusan tentang rancangan Undang-Undang Dasar baru jika pada rapatnya tidak hadlir sekurang-kurangnya dua-pertiga dari jumlah anggauta sidang.
(2) Undang-Undang Dasar baru berlaku, jika rancangannya telah diterima dengan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara Anggauta yang hadlir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah.
(3) Apabila Konstituante sudah menerima rancangan Undang-Undang Dasar, maka dikirimkannya rancangan itu kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah.

Dewan Konstituante merupakan Lembaga yang sengaja diadakan untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang memiliki wewenang penuh dalam merancang Undang-Undang Dasar. Ketentuan mengenai susunan, keanggotaan berikut syarat-syaratnya, tugas dan wewenang diatur dalam Undang-Undang Dasar yang berlaku pada waktu itu, yakni Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Bahkan bila dalam keadaan tertentu Konstituante dapat bertindak atas nama Dewan Perwakilan Rakyat, karena anggota Dewan Konstituante dipilih langsung oleh rakyat seperti halnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah melalui persiapan yang cukup lama maka pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante dengan jumlah 542 orang. Pelantikan anggota Dewan Konstituante ini diselenggarakan pada tanggal 10 November 1956. Dari 542 anggota. Dewan ini sekitar 80 persen diwakili oleh Partai Masyumi, Partai Nasional Indonesia, Partai NU, dan Partai Komunis Indonesia. Sedang sisanya adalah partai kecil dan Anggauta yang tidak berpartai.

Setelah mengadakan sidang-sidangnya sekitar dua tahun Dewan Konstituante macet karena tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang mendasar seperti menetapkan dasar negara dan sebagainya. Akhirnya terjadilah Dekrit Presiden RI kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
saat berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara bahwa kewenangan merancang Undang-Undang Dasar terletak di suatu badan yang disebut Konstituante,

Komisi Konstitusi diadakan dengan alasan bahwa rumusan amandemen I, II, III, dan IV yang dihasilkan Majelis Permusyawaratan Rakyat masih perlu dikaji secara konprehensif dan transparan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar